Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Siswa SMP
Untuk Pilihan Judul Dan detail Harga PTK/BK Klik Disini
“Ma ... tolong saya. Saya ... kecanduan putauw”.
Cuma dua kalimat pendek itulah yang meluncur dari bibir Gambit. Selebihnya ia menangis sesenggukan, memeluk lutut ibunya dengan tangan gemetar. Sejurus Ibu Suryani, Ibu Gambit, terpaku. Tak adasatu pun yang dapat dilakukan selain diam mematung. Sementara tangis Gambit semakin hebat. ”Tidak mungkin! Hatiku meronta dan sibuk menolak perkataan Gambit,” ucap Suryani. Masih dalam. Keadaan limbung Gambit dipeluk erat. Dia memanggil putra sulungnya, Ambi. Ambi cuma membelalakkan matanya mendengar igauan adiknya, ”Benar .... Saya enggak bohong. Saya sudah terjerat putauw ... Saya sudah tidak tahan,” tangis Gambit meledak lagi. ”Di depan mataku dua kakak-beradik berangkulan, Ya Tuhan ...! Ini sebuah bencana.” Air mata Suryani pun membanjir. Bayangkan saja, Gambit, bocah 15 tahun yang sebelumnya ia lihat berperilaku normal dan berprestasi stabil di sekolah, ternyata telah terjerat serbuk putih yang memabukkan itu (Suara Republika, 28 Agustus 1999).
Itulah sekelumit kisah yang sengaja dicuplik, untuk memberikan gambaran betapa rawannya usia remaja terhadap pengaruh dari lingkungan? Apakah perilaku remaja itu hanya dari lingkungan saja? Atau dengan pertanyaan lain faktor-faktor apakah yang memengaruhi perkembangan anak usia sekolah menengah?
Menjawab pertanyaan faktor-faktor apakah yang memengaruhi perkembangan anak usia sekolah menengah, pada dasarnya bukan hal yang mudah. Karena di balik pertanyaan itu, tersirat pertanyaan yang lebih mendasar, apakah perilaku manusia itu dipengaruhi oleh faktor bawaan atau faktor lingkungan. Sekiranya dipengaruhi faktor lingkungan, lingkungan yang mana yang paling berpengaruh, apakah lingkungan rumah atau lingkungan di luar rumah?
Pertanyaan seperti itu, pada dasarnya telah menjadi pertanyaan para ahli sejak abad ke-17 yang lalu. Thomas Hobbes (1588-1679 dalam Sigelman dan Shaffer, 1995:29) berpendapat bahwa anak-anak secara alamiah adalah berperilaku nakal, pengganggu, dan sebagainya. Menjadi tugas masyarakatlah untuk mengontrol perilaku anak, dan mengajar mereka sehingga berperilaku baik. Sebaliknya, Jean Jacques Rousseau (1712-1778) berpendapat bahwa anak secara alamiah adalah baik, sejak lahir secara naluriah anak mampu membedakan mana perilaku yang baik dan yang buruk. Lingkungan bertugas untuk memberikan arahan agar anak berperilaku baik. Dalam perkembangan lebih lanjut pandangan yang beranggapan bahwa perilaku anak dipengaruhi oleh faktor pembawaan (heredity) dikenal dengan mazhab nativisme.
Filosof dari Inggris, John Locke (1632-1704) terkenal dengan teori tabula rasa. Anak bagaikan kertas putih yang menunggu untuk ditulisi melalui pengalamannya. Locke menyangkal bahwa anak itu sejak lahir baik atau buruk, tetapi ia akan berkembang bergantung pada pengalaman yang ia peroleh. Saat ini pandangan ini dikenal dengan mazhab empirisme.
Di antara. dua poros nativisme dan empirisme akhirnya muncul poros tengah yang berupaya mengakomodasikan kedua mazhab. Mazhab ini dikenal dengan konvergensi. Menurut penganut konvergensi bahwa. perilaku manusia dipengaruhi baik oleh pembawaan maupun oleh lingkungan. Tokoh yang mengembangkan teori konvergensi adalah William James (1742-1804). Teori inilah yang dianut oleh kebanyakan ahli saat ini, dan mewarnai pembahasan selanjutnya dalam modul ini. Untuk lebih jelasnya Anda dapat membuka-buka kembali materi pada Modul 1.
Menurut Papalia dan Olds (1992:7-8) faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan individu dapat dikategorikan ke dalam faktor internal melawan faktor eksternal, dan pengaruh normatif melawan pengaruh bukan normatif. Faktor internal adalah faktor pembawaan sejak lahir yang disebut heredity. Faktor heredity ini adalah segala yang dibawa sejak lahir, yang diterima anak dari orangtuanya. Sementara itu, yang dimaksud dengan faktor eksternal adalah faktor yang berpengaruh terhadap diri individu yang berasal dari lingkungan (environment influences). Faktor lingkungan ini diperoleh individu berdasarkan pengalamannya selama berperilaku dalam lingkungan di luar dirinya.
Beberapa peneliti seperti Baltes, Reese, dan Lipsitt (Papalia dan Olds, 1992:8) mencoba memilahkan pengaruh terhadap perkembangan individu itu menjadi pengaruh normatif dan pengaruh non-normatif. Disebut pengaruh normatif jika pengaruh terhadap kebanyakan orang dalam kelompok tertentu adalah sama. Sebagai contoh pengaruh tingkatan usia disebut pengaruh normatif karena pengaruh lingkungan dan pengaruh biologis terhadap perkembangan adalah sama terhadap sekelompok manusia pada tingkatan usia yang sama, kapan pun dan di mana pun individu hidup. Pengaruh-pengaruh tersebut termasuk peristiwa biologis seperti masa puber dan masa menopause.
Peristiwa kehidupan yang non-normatif adalah peristiwa yang luar biasa yang memberikan pengaruh besar terhadap kehidupan manusia. Kejadian-kejadian seperti meninggalnya orangtua pada saat anak masih muda, sakit parah, dan kelainan dalam kelahiran akan berpengaruh terhadap kehidupan anak.
Baik pengaruh normatif maupun pengaruh non-normatif terhadap individu terjadi pada tingkatan lingkungan tertentu. Pandangan seperti ini dikenal dengan pendekatan ekologis terhadap perkembangan (ecological approach to development). Menurut Urie Bronfenbrenne (Papalia dan Olds, 1992:9) terdapat empat tingkatan pengaruh lingkungan yang merentang dari lingkungan yang paling intim sampa lingkungan yang sangat global. Dengan demikian, untuk memahami perkembangan individual, hendaknya memahami masing-masing individu dalam konteks lingkungan yang ganda. Keempat tingkatan pengaruh lingkungan tersebut mencakup:
Pertama, pengaruh lingkungan sistem mikro (micro system), yaitu lingkungan kehidupan sehari-hari, seperti lingkungan sekolah, lingkungan rumah, dan Lingkungan tempat kerja. Termasuk di dalamnya suasana pergaulan dengan orangtua, guru-guru, lingkungan teman sebaya, dan sebagainya. Sikap guru dalam mengajar akan berpengaruh terhadap perilaku siswa di sekolah. Sering dijumpai siswa yang membenci mata pelajaran Fisika, Kimia, dan sebagainya, disebabkan ia memperoleh pengalaman kurang menyenangkan dari guru pengajar mata pelajaran yang bersangkutan. Kita cukup getir mendengar pengakuan salah scorang pelajar di Jakarta yang suka tawuran, karena dikondisikan oleli kakak-kakak seniornya. Ketika terjadi tawuran, ia bagaikan tameng bagi kakak-kakak senior, terjepit di antara dua kekuatan besar, di depan menghadapi musuh dari sekolah lain, di belakang ada kakak-kakak senior yang siap menyergap jika ia berusaha mundur.
Kedua, pengaruh lingkungan sistem meso (mezzo system), yaitu keterkaitan antarvariasi tingkatan sistem yang melibatkan individu didalamnya. Perilaku siswa sekolah menengah akan dipengaruhi oleh keterkaitan antara lingkungan rumah dengan lingkungan sekolah, pengaruh keterkaitan lingkungan rumah dengan lingkungan masyarakat. Meskipun aturan tata tertib di sekolah dilaksanakan dengan ketat, toh tidak sedikit siswa yang menyalahgunakan obat terlarang, karena terpengaruh oleh kelompok gang siswa yang bersangkutan di masyarakat.
Ketiga, pengaruh lingkungan sistem exo (exo system) adalah pengaruh institusi lingkungan yang lebih besar, seperti pengaruh sekolah, pengaruh media massa, bahkan pengaruh lingkungan pemerintahan. Masih segar dalam ingatan kita bagaimana perilaku seks bebas di kalangan pelajar telah melanda tidak saja remaja di kota-kota besar, namun telah merambah pula ke kota-kota pinggiran bahkan ke desa. Biang keladi yang ditenggarai banyak meracuni perilaku remaja ini adalah media massa yang terlalu vulgar.
Keempat, pengaruh lingkungan yang paling luas adalah pengaruh sistem makro (macro system). Ada keterkaitan erat pengaruh dari kebudayaan, pengaruh agama, pendidikan, politik dan pengaruh keadaan sosial ekonomi terhadap perkembangan individu. Kita menjadi prihatin mencermati perilaku siswa-siswa sekolah menengah di Timor-Timur (ketika masih menjadi bagian dari RI) yang begitu tega menganiaya guru, hanya karena pengaruh perbedaan politik.
Pandangan ekologis dalam perkembangan menekankan peranan sistem baik di dalam keluarga maupun sistem di luar keluarga yang berpengaruh terhadap perkembangan anak.
Dalam pola pandangan yang konvensional, diyakini bahwa terdapat tiga faktor dominan yang memengaruhi proses perkembangan anak usia sekolah menengah. Ketiga faktor itu adalah: faktor pembawaan (heredity), faktor lingkungan (environment), dan faktor waktu (time). Faktor pembawaan adalah faktor yang bersifat alamiah (nature), faktor lingkungan yang memungkinkan proses perkembangan (nurture), sedangkan faktor waktu adalah saat tibanya masa peka atau kematangan (maturation).
Ketiga faktor dominan yang memengaruhi perkembangan pribadi anak usia sekolah menengah dapat dirumuskan secara fungsional sebagai berikut:.
P = f (H, E, T)
P adalah Person, yaitu perilaku atau pribadi anak sekolah menengah sebagai perwujudan dari perkembangan. f adalah fungsi dari H = Heredity atau pembawaan, E = Environment yaitu lingkungan sekitar individu, dan T = Time, yaitu saat tibanya masa peka atau kematangan. Dengan demikian, perkembangan pribadi anak merupakan fungsi dari pembawaan, lingkungan, dan kematangan aspek perkembangan itu sendiri.
Upaya belajar akan mendapatkan hasil yang optimal sekiranya dilakukan pada saat kematangan dalam perkembangan fisik dan psikologis tiba. Sebagai contoh: pada usia sebelum memasuki masa remaja (kurang lebih 12-14 tahun) merupakan masa yang sangat peka untuk memulai mengajarkan bahasa (Lonnerberg, dalam Papalia dan Olds, 1992:10).
Di pihak lain, pada usia sekolah menengah dalam pengembangan kemampuan berbahasa ini dapat menimbulkan masalah lain. Bagi individu-individu tertentu, mempelajari bahasa asing bukanlah merupakan hal yang menyenangkan. Keinginan untuk berbahasa asing sangat tinggi, sementara kemampuan tidak menunjang, akhirnya mereka cas-cis-cus menggunakan bahasa prokem yang hanya dipahami oleh kalangan mereka sendiri. Kelemahan-kelemahan dalam fonetik bahasa asing, juga dapat merupakan bahan cemoohan kawan-kawannya. Akhirnya, mereka memiliki sikap negatif kepada pelajaran bahasa asing. Tidak mengherankan jika relatif banyak siswa sekolah menengah yang alergi terhadap pelajaran bahasa asing.
Pada usia remaja lingkungan yang sangat berpengaruh adalah kelompok. Dari pergaulannya dengan kelompok sebaya, anak belajar aspek-aspek yang penting dalam proses sosialisasi, seperti: belajar memenuhi aturan-aturan kelompok, belajar setia kawan, belajar tidak tergantung pada orang dewasa, belajar bekerja sama, mempelajari perilaku yang dapat diterima oleh lingkungannya, belajar menerima tanggung jawab, belajar bersaing dengan orang lain secara sehat (sportif), mempelajari olahraga dan permainan kelompok, belajar keadilan demokrasi.
Faktor pengaruh kelompok ini ditenggarai sebagai faktor dominan yang berpengaruh terhadap perilaku remaja. Remaja lebih patuh terhadap aturan dan norma kelompok sebaya, bahkan jika dibandingkan dengan kepatuhan terhadap peraturan di dalam keluarga. Simak kasus Gambit seperti yang dikisahkan pada awal kegiatan belajar kedua ini. Di rumah Gambit menunjukkan perilaku yang baik, namun karena pengaruh kelompok sebaya ia terjerumus ke dalam penyalahgunaan narkoba (narkotika dan obat bius).
Bertolak dari gambaran di atas tampak bahwa keterikatan hidup siswa sekolah menengah dalam kelompok, rawan untuk menimbulkan kenakalan remaja, seperti perkelahian antarsekolah, tindak pencurian, perilaku seks bebas, penyalahgunaan obat bius, dan bentuk-bentuk perilaku anti sosial lainnya. Namun, sekiranya pada masa ini mendapat bimbingan yang memadai justru akan menjadikan remaja yang berguna. Seperti siswa sekolah menengah yang bisa menjadi juara Olimpiade Fisika. Oleh karena itu, pada masa sekolah menengah ini merupakan masa krisis yang disebut the best of time atau the worst of time (Conger dalam Abin Syamsuddin M, 1996:91). Kalau individu mampu mengatasi berbagai tuntutan yang dihadapi secara integratif, ia akan menemukan identitasnya yang akan dibawanya menjelang masa dewasanya. Sebaliknya, kalau gagal ia akan berada pada krisis identitas (identity crisis) yang berkepanjangan.
Pemahaman terhadap faktor-faktor yang memengaruhi perkembangan anak usia sekolah menengah, dapat menambah wawasan bagi calon guru sekolah menengah untuk memahami perilaku siswa sekolah menengah. Perkembangan perilaku dan pribadi siswa sekolah menengah merupakan perwujudan pengaruh dari ketiga faktor dominan, yaitu faktor bawaan, kematangan, dan faktor lingkungan termasuk belajar dan latihan. Ketiga faktor tersebut berpengaruh terhadap siswa secara khas dan bervariasi yang mungkin dapat menguntungkan atau menghambat laju proses perkembangan.
6. Tugas-tugas Perkembangan Siswa Sekolah Menengah Pertama
Tugas-tugas perkembangan adalah tugas-tugas yang muncul pada saat atau suatu periode tertentu dari kehidupan individu, yang jika berhasil akan menimbulkan rasa bahagia dan membawa ke arah keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugas berikutnya, sementara kegagalan dalam melaksanakan tugas tersebut menimbulkan rasa tidak bahagia, ditolak oleh masyarakat dan kesulitan dalam menghadapi tugas-tugas berikutnya. Havighurst, (1961:2) menyatakan bahwa:
A developmental task is a task which arises at or abouttainc period in the life of the individual, successful achievement of which leads to his happiness and to success with later tasks, while failure leads to unhappyness in the individual, disapproval by the society, and difficult with later tasks.
Tugas-tugas tersebut bersumber dari kematangan fisik, lingkungan kebudayaan, keinginan, aspirasi, dan nilai-nilai kepribadian yang sedang tumbuh.
Bertolak dari rumusan Tujuan Pendidikan Nasional, dan tujuan pendidikan dasar dirurnuskan seperangkat tugas-tugas perkembangan yang seyogianya dicapai oleh siswa SMP. Secara operasional tugas-tugas perkembangan siswa SMP adalah pencapaian perilaku yang seyogianya ditampilkan siswa SMP yang meliputi: (1) Landasan Kehidupan Religius, (2) Landasan Perilaku Etis, (3) Kematangan Emosional, (4) Kematangan Berpikir, (5) Kesadaran Tanggung Jawab, (6) Peran Sosial sebagai Pria atau Wanita, (7) Penerimaan Diri dan Pengembangannya, (8) Kemandirian Perilaku Ekonomi. (9) Wawasan dan Persiapan Karier, dan (10) Kematangan Hubungan dengan Teman Sebaya.
Rincian dari perilaku pada masing-masing tugas perkembangan adalah sebagai berikut.
a. Keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
1) Berdoa kepada Tuhan
2) Belajar Agama
3) Sabar
4) Syukur
“Ma ... tolong saya. Saya ... kecanduan putauw”.
Cuma dua kalimat pendek itulah yang meluncur dari bibir Gambit. Selebihnya ia menangis sesenggukan, memeluk lutut ibunya dengan tangan gemetar. Sejurus Ibu Suryani, Ibu Gambit, terpaku. Tak adasatu pun yang dapat dilakukan selain diam mematung. Sementara tangis Gambit semakin hebat. ”Tidak mungkin! Hatiku meronta dan sibuk menolak perkataan Gambit,” ucap Suryani. Masih dalam. Keadaan limbung Gambit dipeluk erat. Dia memanggil putra sulungnya, Ambi. Ambi cuma membelalakkan matanya mendengar igauan adiknya, ”Benar .... Saya enggak bohong. Saya sudah terjerat putauw ... Saya sudah tidak tahan,” tangis Gambit meledak lagi. ”Di depan mataku dua kakak-beradik berangkulan, Ya Tuhan ...! Ini sebuah bencana.” Air mata Suryani pun membanjir. Bayangkan saja, Gambit, bocah 15 tahun yang sebelumnya ia lihat berperilaku normal dan berprestasi stabil di sekolah, ternyata telah terjerat serbuk putih yang memabukkan itu (Suara Republika, 28 Agustus 1999).
Itulah sekelumit kisah yang sengaja dicuplik, untuk memberikan gambaran betapa rawannya usia remaja terhadap pengaruh dari lingkungan? Apakah perilaku remaja itu hanya dari lingkungan saja? Atau dengan pertanyaan lain faktor-faktor apakah yang memengaruhi perkembangan anak usia sekolah menengah?
Menjawab pertanyaan faktor-faktor apakah yang memengaruhi perkembangan anak usia sekolah menengah, pada dasarnya bukan hal yang mudah. Karena di balik pertanyaan itu, tersirat pertanyaan yang lebih mendasar, apakah perilaku manusia itu dipengaruhi oleh faktor bawaan atau faktor lingkungan. Sekiranya dipengaruhi faktor lingkungan, lingkungan yang mana yang paling berpengaruh, apakah lingkungan rumah atau lingkungan di luar rumah?
Pertanyaan seperti itu, pada dasarnya telah menjadi pertanyaan para ahli sejak abad ke-17 yang lalu. Thomas Hobbes (1588-1679 dalam Sigelman dan Shaffer, 1995:29) berpendapat bahwa anak-anak secara alamiah adalah berperilaku nakal, pengganggu, dan sebagainya. Menjadi tugas masyarakatlah untuk mengontrol perilaku anak, dan mengajar mereka sehingga berperilaku baik. Sebaliknya, Jean Jacques Rousseau (1712-1778) berpendapat bahwa anak secara alamiah adalah baik, sejak lahir secara naluriah anak mampu membedakan mana perilaku yang baik dan yang buruk. Lingkungan bertugas untuk memberikan arahan agar anak berperilaku baik. Dalam perkembangan lebih lanjut pandangan yang beranggapan bahwa perilaku anak dipengaruhi oleh faktor pembawaan (heredity) dikenal dengan mazhab nativisme.
Filosof dari Inggris, John Locke (1632-1704) terkenal dengan teori tabula rasa. Anak bagaikan kertas putih yang menunggu untuk ditulisi melalui pengalamannya. Locke menyangkal bahwa anak itu sejak lahir baik atau buruk, tetapi ia akan berkembang bergantung pada pengalaman yang ia peroleh. Saat ini pandangan ini dikenal dengan mazhab empirisme.
Di antara. dua poros nativisme dan empirisme akhirnya muncul poros tengah yang berupaya mengakomodasikan kedua mazhab. Mazhab ini dikenal dengan konvergensi. Menurut penganut konvergensi bahwa. perilaku manusia dipengaruhi baik oleh pembawaan maupun oleh lingkungan. Tokoh yang mengembangkan teori konvergensi adalah William James (1742-1804). Teori inilah yang dianut oleh kebanyakan ahli saat ini, dan mewarnai pembahasan selanjutnya dalam modul ini. Untuk lebih jelasnya Anda dapat membuka-buka kembali materi pada Modul 1.
Menurut Papalia dan Olds (1992:7-8) faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan individu dapat dikategorikan ke dalam faktor internal melawan faktor eksternal, dan pengaruh normatif melawan pengaruh bukan normatif. Faktor internal adalah faktor pembawaan sejak lahir yang disebut heredity. Faktor heredity ini adalah segala yang dibawa sejak lahir, yang diterima anak dari orangtuanya. Sementara itu, yang dimaksud dengan faktor eksternal adalah faktor yang berpengaruh terhadap diri individu yang berasal dari lingkungan (environment influences). Faktor lingkungan ini diperoleh individu berdasarkan pengalamannya selama berperilaku dalam lingkungan di luar dirinya.
Beberapa peneliti seperti Baltes, Reese, dan Lipsitt (Papalia dan Olds, 1992:8) mencoba memilahkan pengaruh terhadap perkembangan individu itu menjadi pengaruh normatif dan pengaruh non-normatif. Disebut pengaruh normatif jika pengaruh terhadap kebanyakan orang dalam kelompok tertentu adalah sama. Sebagai contoh pengaruh tingkatan usia disebut pengaruh normatif karena pengaruh lingkungan dan pengaruh biologis terhadap perkembangan adalah sama terhadap sekelompok manusia pada tingkatan usia yang sama, kapan pun dan di mana pun individu hidup. Pengaruh-pengaruh tersebut termasuk peristiwa biologis seperti masa puber dan masa menopause.
Peristiwa kehidupan yang non-normatif adalah peristiwa yang luar biasa yang memberikan pengaruh besar terhadap kehidupan manusia. Kejadian-kejadian seperti meninggalnya orangtua pada saat anak masih muda, sakit parah, dan kelainan dalam kelahiran akan berpengaruh terhadap kehidupan anak.
Baik pengaruh normatif maupun pengaruh non-normatif terhadap individu terjadi pada tingkatan lingkungan tertentu. Pandangan seperti ini dikenal dengan pendekatan ekologis terhadap perkembangan (ecological approach to development). Menurut Urie Bronfenbrenne (Papalia dan Olds, 1992:9) terdapat empat tingkatan pengaruh lingkungan yang merentang dari lingkungan yang paling intim sampa lingkungan yang sangat global. Dengan demikian, untuk memahami perkembangan individual, hendaknya memahami masing-masing individu dalam konteks lingkungan yang ganda. Keempat tingkatan pengaruh lingkungan tersebut mencakup:
Pertama, pengaruh lingkungan sistem mikro (micro system), yaitu lingkungan kehidupan sehari-hari, seperti lingkungan sekolah, lingkungan rumah, dan Lingkungan tempat kerja. Termasuk di dalamnya suasana pergaulan dengan orangtua, guru-guru, lingkungan teman sebaya, dan sebagainya. Sikap guru dalam mengajar akan berpengaruh terhadap perilaku siswa di sekolah. Sering dijumpai siswa yang membenci mata pelajaran Fisika, Kimia, dan sebagainya, disebabkan ia memperoleh pengalaman kurang menyenangkan dari guru pengajar mata pelajaran yang bersangkutan. Kita cukup getir mendengar pengakuan salah scorang pelajar di Jakarta yang suka tawuran, karena dikondisikan oleli kakak-kakak seniornya. Ketika terjadi tawuran, ia bagaikan tameng bagi kakak-kakak senior, terjepit di antara dua kekuatan besar, di depan menghadapi musuh dari sekolah lain, di belakang ada kakak-kakak senior yang siap menyergap jika ia berusaha mundur.
Kedua, pengaruh lingkungan sistem meso (mezzo system), yaitu keterkaitan antarvariasi tingkatan sistem yang melibatkan individu didalamnya. Perilaku siswa sekolah menengah akan dipengaruhi oleh keterkaitan antara lingkungan rumah dengan lingkungan sekolah, pengaruh keterkaitan lingkungan rumah dengan lingkungan masyarakat. Meskipun aturan tata tertib di sekolah dilaksanakan dengan ketat, toh tidak sedikit siswa yang menyalahgunakan obat terlarang, karena terpengaruh oleh kelompok gang siswa yang bersangkutan di masyarakat.
Ketiga, pengaruh lingkungan sistem exo (exo system) adalah pengaruh institusi lingkungan yang lebih besar, seperti pengaruh sekolah, pengaruh media massa, bahkan pengaruh lingkungan pemerintahan. Masih segar dalam ingatan kita bagaimana perilaku seks bebas di kalangan pelajar telah melanda tidak saja remaja di kota-kota besar, namun telah merambah pula ke kota-kota pinggiran bahkan ke desa. Biang keladi yang ditenggarai banyak meracuni perilaku remaja ini adalah media massa yang terlalu vulgar.
Keempat, pengaruh lingkungan yang paling luas adalah pengaruh sistem makro (macro system). Ada keterkaitan erat pengaruh dari kebudayaan, pengaruh agama, pendidikan, politik dan pengaruh keadaan sosial ekonomi terhadap perkembangan individu. Kita menjadi prihatin mencermati perilaku siswa-siswa sekolah menengah di Timor-Timur (ketika masih menjadi bagian dari RI) yang begitu tega menganiaya guru, hanya karena pengaruh perbedaan politik.
Pandangan ekologis dalam perkembangan menekankan peranan sistem baik di dalam keluarga maupun sistem di luar keluarga yang berpengaruh terhadap perkembangan anak.
Dalam pola pandangan yang konvensional, diyakini bahwa terdapat tiga faktor dominan yang memengaruhi proses perkembangan anak usia sekolah menengah. Ketiga faktor itu adalah: faktor pembawaan (heredity), faktor lingkungan (environment), dan faktor waktu (time). Faktor pembawaan adalah faktor yang bersifat alamiah (nature), faktor lingkungan yang memungkinkan proses perkembangan (nurture), sedangkan faktor waktu adalah saat tibanya masa peka atau kematangan (maturation).
Ketiga faktor dominan yang memengaruhi perkembangan pribadi anak usia sekolah menengah dapat dirumuskan secara fungsional sebagai berikut:.
P = f (H, E, T)
P adalah Person, yaitu perilaku atau pribadi anak sekolah menengah sebagai perwujudan dari perkembangan. f adalah fungsi dari H = Heredity atau pembawaan, E = Environment yaitu lingkungan sekitar individu, dan T = Time, yaitu saat tibanya masa peka atau kematangan. Dengan demikian, perkembangan pribadi anak merupakan fungsi dari pembawaan, lingkungan, dan kematangan aspek perkembangan itu sendiri.
Upaya belajar akan mendapatkan hasil yang optimal sekiranya dilakukan pada saat kematangan dalam perkembangan fisik dan psikologis tiba. Sebagai contoh: pada usia sebelum memasuki masa remaja (kurang lebih 12-14 tahun) merupakan masa yang sangat peka untuk memulai mengajarkan bahasa (Lonnerberg, dalam Papalia dan Olds, 1992:10).
Di pihak lain, pada usia sekolah menengah dalam pengembangan kemampuan berbahasa ini dapat menimbulkan masalah lain. Bagi individu-individu tertentu, mempelajari bahasa asing bukanlah merupakan hal yang menyenangkan. Keinginan untuk berbahasa asing sangat tinggi, sementara kemampuan tidak menunjang, akhirnya mereka cas-cis-cus menggunakan bahasa prokem yang hanya dipahami oleh kalangan mereka sendiri. Kelemahan-kelemahan dalam fonetik bahasa asing, juga dapat merupakan bahan cemoohan kawan-kawannya. Akhirnya, mereka memiliki sikap negatif kepada pelajaran bahasa asing. Tidak mengherankan jika relatif banyak siswa sekolah menengah yang alergi terhadap pelajaran bahasa asing.
Pada usia remaja lingkungan yang sangat berpengaruh adalah kelompok. Dari pergaulannya dengan kelompok sebaya, anak belajar aspek-aspek yang penting dalam proses sosialisasi, seperti: belajar memenuhi aturan-aturan kelompok, belajar setia kawan, belajar tidak tergantung pada orang dewasa, belajar bekerja sama, mempelajari perilaku yang dapat diterima oleh lingkungannya, belajar menerima tanggung jawab, belajar bersaing dengan orang lain secara sehat (sportif), mempelajari olahraga dan permainan kelompok, belajar keadilan demokrasi.
Faktor pengaruh kelompok ini ditenggarai sebagai faktor dominan yang berpengaruh terhadap perilaku remaja. Remaja lebih patuh terhadap aturan dan norma kelompok sebaya, bahkan jika dibandingkan dengan kepatuhan terhadap peraturan di dalam keluarga. Simak kasus Gambit seperti yang dikisahkan pada awal kegiatan belajar kedua ini. Di rumah Gambit menunjukkan perilaku yang baik, namun karena pengaruh kelompok sebaya ia terjerumus ke dalam penyalahgunaan narkoba (narkotika dan obat bius).
Bertolak dari gambaran di atas tampak bahwa keterikatan hidup siswa sekolah menengah dalam kelompok, rawan untuk menimbulkan kenakalan remaja, seperti perkelahian antarsekolah, tindak pencurian, perilaku seks bebas, penyalahgunaan obat bius, dan bentuk-bentuk perilaku anti sosial lainnya. Namun, sekiranya pada masa ini mendapat bimbingan yang memadai justru akan menjadikan remaja yang berguna. Seperti siswa sekolah menengah yang bisa menjadi juara Olimpiade Fisika. Oleh karena itu, pada masa sekolah menengah ini merupakan masa krisis yang disebut the best of time atau the worst of time (Conger dalam Abin Syamsuddin M, 1996:91). Kalau individu mampu mengatasi berbagai tuntutan yang dihadapi secara integratif, ia akan menemukan identitasnya yang akan dibawanya menjelang masa dewasanya. Sebaliknya, kalau gagal ia akan berada pada krisis identitas (identity crisis) yang berkepanjangan.
Pemahaman terhadap faktor-faktor yang memengaruhi perkembangan anak usia sekolah menengah, dapat menambah wawasan bagi calon guru sekolah menengah untuk memahami perilaku siswa sekolah menengah. Perkembangan perilaku dan pribadi siswa sekolah menengah merupakan perwujudan pengaruh dari ketiga faktor dominan, yaitu faktor bawaan, kematangan, dan faktor lingkungan termasuk belajar dan latihan. Ketiga faktor tersebut berpengaruh terhadap siswa secara khas dan bervariasi yang mungkin dapat menguntungkan atau menghambat laju proses perkembangan.
6. Tugas-tugas Perkembangan Siswa Sekolah Menengah Pertama
Tugas-tugas perkembangan adalah tugas-tugas yang muncul pada saat atau suatu periode tertentu dari kehidupan individu, yang jika berhasil akan menimbulkan rasa bahagia dan membawa ke arah keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugas berikutnya, sementara kegagalan dalam melaksanakan tugas tersebut menimbulkan rasa tidak bahagia, ditolak oleh masyarakat dan kesulitan dalam menghadapi tugas-tugas berikutnya. Havighurst, (1961:2) menyatakan bahwa:
A developmental task is a task which arises at or abouttainc period in the life of the individual, successful achievement of which leads to his happiness and to success with later tasks, while failure leads to unhappyness in the individual, disapproval by the society, and difficult with later tasks.
Tugas-tugas tersebut bersumber dari kematangan fisik, lingkungan kebudayaan, keinginan, aspirasi, dan nilai-nilai kepribadian yang sedang tumbuh.
Bertolak dari rumusan Tujuan Pendidikan Nasional, dan tujuan pendidikan dasar dirurnuskan seperangkat tugas-tugas perkembangan yang seyogianya dicapai oleh siswa SMP. Secara operasional tugas-tugas perkembangan siswa SMP adalah pencapaian perilaku yang seyogianya ditampilkan siswa SMP yang meliputi: (1) Landasan Kehidupan Religius, (2) Landasan Perilaku Etis, (3) Kematangan Emosional, (4) Kematangan Berpikir, (5) Kesadaran Tanggung Jawab, (6) Peran Sosial sebagai Pria atau Wanita, (7) Penerimaan Diri dan Pengembangannya, (8) Kemandirian Perilaku Ekonomi. (9) Wawasan dan Persiapan Karier, dan (10) Kematangan Hubungan dengan Teman Sebaya.
Rincian dari perilaku pada masing-masing tugas perkembangan adalah sebagai berikut.
a. Keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
1) Berdoa kepada Tuhan
2) Belajar Agama
3) Sabar
4) Syukur
0 komentar:
Posting Komentar